Postingan

Menampilkan postingan dari Mei, 2016

Kepada: Daun yang Gugur (Aku Ingin Bercerita)

Untuk daun yang gugur Kepada awan yang menutupi sirna Aku ingin bercerita Sudah kucoba bersikap biasa Tetapi setiap kali aku melihatnya Yang kulihat hanyalah kehancuran Terbuka kembali plester dihati Terputar kembali kenangan Yang sudah sengaja aku lupakan Karna hanya membuat aku sakit Wahai daun yang jatuh Kalau ia cinta Mengapa ia pergi Kalau ia sayang Mengapa ia tak bisa menerima kekuranganku Mungkin ia befikir ia telah sepenuhnya mengerti aku Tetapi belum Ia berkata ia selalu mengerti aku Tetapi belum Dengan semua sikap yang telah ia lakukan Apa bisa dibilang ia mengerti aku? Tidak. Tidak. Ia hanya membuat plester dihati terbuka Untuk kesekian kalinya Dulu kukira Ia datang untuk perbaiki luka Hingga saatnya ia hanya menggantungkan luka Ia tidak benar-benar bisa memperbaiki luka Hanya membuat hati ini semakin rapuh Biarkan waktu yang menghitung kemampuanku Melupakannya -Mutiah Eka Rani, 17th

KEMARIN DATANG

Baru kemarin datang Bersama senja terbitkan malam Ayah datang Hingga jari tak mampu berkutik Akan rindu yang mengusik Hingga tangis tak bisa menolong Membendung kantong hujan dimataku Ayah datang Seluruh waktuku hanya untuk ayah Karena itu jarang Hingga aku bisa melupakanku resahku Menggapai senangku Hingga akhir penghabisan waktu Ayah pergi Untuk kesekian kali Aku menangis Tubuhku bergetar tak mampu merasakan Sedih yang menyelimuti batinku Sedih yang menyelimuti fikiranku Sedih yang selalu datang mengusik-ku Hingga rindu ikut campur Ayah.. Aku selalu berdoa agar kau baik-baik saja Aku selalu berdoa agar aku bisa bertemu lagi untuk selamanya Selama-lamanya Ayah.. Aku masih rindu Cepatlah pulang -Mutiah Eka Rani, 17th

WAHAI PENGETUK

Siapa dirimu Yang berani mengetuk pintu hatiku Tunggu Masih layu Masih tertanam benih yang dulu Meskipun sudah membusuk Suara ketukanmu samar Seperti tak terdengar Denting yang dipukul Aku tak bisa mendengar Berikan aku sesuatu Yang bisa membuatku percaya Akan datangnya ketukanmu Aku mohon Jangan terlalu keras kau mengetuk Hingga membuatnya terluka lagi Rusak Kata sepadan Kaku Aku masih tak bisa merasakan apapun Membeku Mungkin tak kau bawa hangat bersamamu Izinkan aku istirahat sejenak Jangan ganggu hati ini dulu Maaf Apa yang kau lakukan Untukku mendengar suara ketukanmu Hingga kau buat hati ini rusak Lagi Maaf kau tak bisa merusak hati yang telah rusak Pergilah Jika kau hanya ingin mengambil Bagian dari kesenanganku Aku sudah banyak belajar Jangan kau bermain bersama pola pikirmu Aku lelah Kau tak mengerti Wahai pengetuk pintu hati Jangan sentuhkan jarimu kembali Kedasar ini -Mutiah Eka Rani, 17th

SAAT AKU MEMILIKIMU

Hari-hari terasa lama Saat aku bersamamu Menghitung langkah kakiku Menghitung hari-hari bersamamu Mengharapkan akhir yang bahagia Saat aku mencintaimu Hujan di pelupuk mata Menguras seluruh tenaga Andai hati masih pantas Untuk mengatakan jangan pergi Berharap agar langit tak goyah lagi Mamaku khawatir Tapi, sumpah aku baik-baik saja Baik-baik saja Kau berikan aku langit yang biru Dan kau juga yang merubahnya Menjadi langit berhujan Aku hidup dalam permainan pokermu Kau ubah aturan sesukamu Bertanya-tanya siapakah dirimu Yang kuajak bicara ditelfon malam itu Kasih Cerminan dirimu itu aku Tapi kini aku tahu kau tlah pergi Tidakkah kau pikir Apa yang aku rasakan Selama aku mencintaimu Gadis bertopeng anak kecil Menangis Sepanjang kepergianmu Harusnya kau tahu Mungkin egoisku yang patut disalahkan Atau mungkin dirimu Dan segala kegilaanmu Berikan cinta lalu mengambilnya kembali Dan kau tambahkan namaku Kedaftar orang yang tak mengertimu Aku men...

TERAKHIR

Kala itu masih kuingat ekspresi wajahmu Menyala dalam gelap jam 12 tengah malam Hari yang penuh dengan kegembiraan Kita jadikan hal yang tak pernah dilupakan Kita bersama air mata Kata-kata yang kau bisikkan Hanya kita yang tahu Kau bilang kau mencintaiku Lalu mengapa kau pergi Jauh Saat itu musim penghujan Aku benar benar teringat Aroma hujan Segar di trotoar depan sekolah Demi aku Kau rela bermain bersama hujan Tanggal dua puluh bulan maret Detak jantungmu Terlihat di dadamu Masih kurasa dekapanmu Kita sangat bahagia Tapi kini aku kan duduk di lantai Sambil menatap empat kuntum bunga layu Yang kutahu hanyalah Aku tak tahu caranya menjadi sesuatu yang kau rindukan Tak pernah kukira akan ada tawa terakhir bersamamu Sebelum semuanya benar benar hangus dan terbakar Rasa kecewa Tak pernah kubayangkan kita kan berakhir seperti ini Aku sungguh ingat Ayunan langkahmu Kehidupan remaja, yang kau pamerkan lagi Dan kualihkan tatapan mataku dan lalu Kau tarik ...