Fan Fiction: Taylor Swift dan Taylor Lautner

Lautner mulai memberikan pasir kepada Tay, lalu mereka bersama-sama membangun istana pasir ditepi pantai dekat rumahnya. Seringkali mereka bermain bersama, hamper setiap saat dan setiap waktu. Mata yang indah, rapih, hiperaktif dan wangi. Ya, dia adalah Taylor Lautner yang berteman dengan seorang gadis cantik nan imut, suka memakai jepit rambut dikepalanya dan berambut pirang yang bernama Taylor Swift. Ibu mereka sangatlah dekat, hingga mereka diberi nama yang hampir mirip.

Sampai pada suatu saat Taylor Lautner atau yang biasa dipanggil Lautner ini harus pindah ke Skotlandia beserta keluarganya. Taylor swift atau yang biasa dipanggil Tay tak kuasa menahan kesedihannya. Siapa yang akan ia ajak bermain? Siapa yang akan ia ajak bercanda dan tertawa? Siapa yang akan ia ajak menunggangi kuda bersama? Ah semua mungkin tak bisa lagi diulang. Sebagai tanda bahwa Lautner dan Tay akan saling mengingat. Mereka saling memberikan barang kenang-kenangan.

“Taylor, tenang saja kita akan bertemu lagi ya, ini kuberikan kamu jepit rambut. Kamu kan suka memakai jepit rambut.” Ucap Lautner

“Kapan kita bisa bermain dipantai bersama lagi, Lautner? Ini kuberikan gantungan berbentuk kuda. Gantungkan ditas sekolahmu yaa” seraya Tay memberikan gantungan berbentuk kuda tersebut.

Tay dan Lautner berpisah dibandara. Tay menangis karena harus kehilangan sahabat yang selalu ada untuknya, yang selalu ia ajak bermain. Hari berganti hari, Tay merasa semakin kesepian. Karena tidak ada anak kecil seusianya lagi yang bisa daiajak bermain seperti Lautner. Daerah rumahnya memang sangat sepi, hanya berkisar 5 sampai 6 rumah yang salah satunya adalah rumah Lautner dulu. Semua penghuni rumahnya sudah bekerja dan sudah berkeluarga, jadi mana ada anak kecil yang bisa Tay ajak bermain seperti Lautner.

Tay merindukan Lautner. Ia terus menyakan kepada ibunya tentang Lautner.

“Bu, kapan Lautner bisa bermain denganku lagi?” Tanya Tay kecil

“Ibu tidak tahu sayang. Tapi, jika kamu rindu dengan Lautner, kamu bisa menggunakan handphone ibu untuk menghubungi Lautner.” Balas si Ibu

Lalu, Tay segera beranjak dari sofa dan mengambil handphone ibunya untuk menelfon Lautner. Lama sekali mereka berbincang, membahas kartun di TV, menceritakan kegiatan disekolah. Sampai akhirnya Tay ketiduran dengan pulasnya dengan handphone ibunya yang masih berada digenggaman tangannya.

12 tahun kemudian.

Taylor Swift sudah mulai beranjak dewasa, begitupula dengan Taylor Lautner. Seiring dengan kabarnya bahwa Lautner kembali ke Pennsylvania, kota asalnya dulu. Tetapi hal itu tidak diketahui oleh keluarga Tay, bahkan Tay-pun tidak tahu menahu bahwa Lautner akan kembali ke Pennsylvania setelah sekian tahun lamanya. Tay bersekolah di Pennsylvania High School, ia sekarang duduk di bangku kelas 10. Yap! Ia baru saja masuk SMA. Tay tidak berubah dalam segi penampilan, ia masih berambut keriting pirang dengan jepit rambut berbentuk Bunga yang Lautner berikan saat perpisahan mereka dulu, rapi nan cantik. Tapi, Tay menjadi sedikit pendiam semenjak ia ditinggal sahabat bermainnya saat ia masih berumur 3 tahun, Lautner.

Tidak disangka-sangka bahwa Taylor Lautner-pun juga bersekolah di Pennsylvania High School dan ia juga baru duduk di kelas 10. Setelah kepergianya ke Skotlandia selama 12 tahun, ia berubah total dari segi penampilan dan gaya. Tubuh yang sixpack, tinggi besar, rambut yang sengaja dipotong gaya orang Skotlandia, sangat wangi, tampan, rapi dan tatapan matanya semakin tajam, membuat siapa saja yang menatapnya akan jatuh kedalam lubang cinta Lautner. Tidak heran kalau saja Tay lupa dengan wajah Lautner yang berbeda 80%.

Saat Lautner ingin melakukan pendaftaran ulang sebagai siswa ber-ijazah luar negeri di ruang tata usaha, Tay-pun juga ingin menyerahkan rapor SMP-nya yang terlamat dikumpulkan. Mereka menunggu di tempat duduk ruang tunggu yang sama di depan ruang tata usaha. Tak saling menatap. Tak saling berbincang. Mungin karena mereka hanya tak terbiasa melihat keperawakan masing-masing sahabatnya yang sekarang. Ketika nama Lautner dipanggil…

“Kepada Taylor Van Lau…….”

“Ya, saya madam.” potong Lautner dengan cepat

Belum sempat penjaga tata usaha menyebutkan nama lengkap Lautner, ia langsung saja memotong dan mengangkat tangannya. Pada saat itu pula, Tay menerima telefon dari ibunya yang menanyakan rapot SMP-nya. Kemudian setelah Lautner keluar dari ruang tata usaha, nama lengkap Tay disebut. Tetapi, saat itu Lautner juga sudah pergi jauh menuju kelasnya. Alhasil, mereka belum saling mengetahui bahwa mereka sudah tidak terpisah oleh jarak antar negeri.

Keesokan harinya mereka kembali berpas-pasan disebuah lorong sekolah ketika bel sekolah sudah berbunyi lebih dari 10 menit yang lalu. Tay nampak sangat tergesa-gesa sambil merapikan kertas-kertas yang ia bawa tanpa melihat kearah depan. BRUK!!! Semua kertas yang baru saja ia rapikan kemudian jatuh berserakan. Tay menabrak Lautner yang juga sedang terburu-buru berjalan kekelasnya. Sejenak Lautner terkejut dengan jepit rambut berbentuk bunga yang dikenakan oleh cewe yang ditabraknya. Lautner membantu Tay, tapi karena Tay sedikit tertutup ia tidak berani memandang wajah cowo yang barusan ia tabrak. Ia hanya meminta maaf dan kembali berjalan tergesa menuju kelasnya.

Lautner yang masih sangat penasaran dengan cewe yang barusan ia tabrak, merubah pikirannya untuk tidak masuk kekelasnya. Ia memutuskan untuk membututi cewe yang memakai jepit rambut bunga tadi sampai kekelasnya. Lautner flashback ketika ia memberikan jepit rambut berbentuk bunga tersebut kepada sahabat kecilnya dulu yang bernama Taylor Alison Swift atau nama akrabnya adalah Tay. Ia ingat betul bahwa rambut Tay itu pirang keriting panjang yang selalu menggunakan jepit rambut untuk menghalangi poni yg menganggu wajahnya. dan barusan Lautner menabrak cewe yang ciri-cirinya persis oleh Tay. Ia menduga bahwa itu adalah sahabat kecilnya dulu, Taylor Swift.

Sambil berjalan perlahan dibelakang Tay, Lautner mendapati Tay memasuki ruang kelas X-2. Kelas tersebut tepat berada dibawah kelas Lautner yang berada di lantai 2 yaitu, X-8. Lalu, seorang siswa keluar dari kelas X-2 untuk membuang sampah.

“Hei, hei, hei! Ehm, cewe berambut pirang keriting dengan jepit rambut berbentuk bunga namanya siapa ya jika aku boleh tau?” Tanya Lautner

“Oh, Tay?” balas siswa tadi

“Tay? Hm, Tay, Taylor? Taylor Swift?” setengah terkejut Lautner bertanya

“Iya, Taylor Swift. Memangnya ada perlu apa? Perlu saya panggilkan?” Tanya siswa tadi

“Oh, oh tidak tidak. Tidak usah. Terimakasih” ucap Lautner

Ternyata dugaan Lautner sejak tadi tidak salah lagi. Cewe itu adalah sahabat kecilnya dulu bernama Taylor Swift. Lautner begitu senang hingga ia terus tersenyum sambil menuju kekelasnya seperti orang tak waras.

Bel pulang sekolah berbunyi lebih awal dari biasanya. Karena para guru akan mengadakan workshop tentang tahun ajaran baru. Lautner paling pertama keluar dari kelasnya, menuju kebawah menunggu cewe yang menabraknya tadi alias Tay. Sembari ia menunggu, banyak sekali cewe-cewe sebayanya yang menyapanya dengan berbagai senyuman dan kedipan mata. Ia hanya membalasnya dengan lambaian tangan dan senyuman andalannya. 5 menit. 8 menit. 10 menit. 15 menit berlalu. Ia tak kunjung mendapatkan sosok Tay. Lalu, ia memutuskan untuk pergi kekelas Tay untuk langsung menemuinya. Ternyata dikelasnya pun kosong, tak ada siapa-siapa. Ia bingung harus mencari kemana lagi. Sampai lah ia di parkiran sepeda, ia mendapatkan Tay sedang kesulitan mengeluarkan sepedanya karena terlalu banyak sepeda yang parkir ditempat yang sama.

Lautner bergegas membantu Tay untuk mengeluarkan sepedanya.

“Eh, kamu yang tadi menabrakku sewaktu di lorong tadi bukan?” sela Lautner sambil mengeluarkan sepeda Tay dari parkiran

Tay nampak seperti malu dan cangggung.

“Eh maaf ya tadi aku tak sengaja. Aku sedang terburu-buru.” jawab Tay

“Tidak apa. Ternyata kamu dari dulu tidak berubah ya cerobohnya.” Lautner melempar senyuman terindahnya kepada Tay, berharap Tay akan mengingatnya.

“Hah? Maksutnya?” Tay memandangi dengan serius ke mata Lautner. Sejenak ia mulai mengenali pemilik mata itu. Ya, dia adalah Lautner. Sahabatnya dulu.

“TAYLOR LAUTNER DEMI TUHAN!” teriak Tay dengan girangnya.

Tak kuasa menahan bahagia, Tay menangis dan memeluk sahabatnya tersebut. Lautner membalasnya dengan pelukan hangat rindu yang mengharukan. Untung saja pada saat itu keadaan diparkiran sepeda masih sepi. Jadi tak ada orang yang mencurigai atau mencemburui, secara Lautner adalah pangeran angkatan kelas 10 karena ketampanannya.

“Bagaimana hari-harimu tanpa aku, Tay?” Tanya Lautner

“Aku tak bisa menjelaskan, cukup rumit. Aku sedang sangat bahagia hingga tak ingat tadi mau apa.” Balas Tay

“Hahaha dasar kamu ini!” ucap Lautner seraya mengusap kepala Tay

“Bagaimana kamu bisa tau kalau aku adalah aku?” Tanya Tay

“Tuuuuuuh” Lautner sambil menunjuk jepit rambut yang dikenakan Tay

“Iya aku sudah merencanakannya bahwa aku akan mengenakan jepit rambut pemberianmu ini pas awal masuk SMA. Bagaimana menurutmu?” senyum bahagia Tay mengikuti pertanyaannya

“Aku sangat senang Tay bertemu denganmu lagi. Aku begitu senang juga bahwa kamu tak lupa denganku, buktinya kamu masih mengenakan pemberianku sejak 12 tahun yang lalu.” Ucap Lautner diakhiri senyum bahagia

Mereka terbawa suasana perbincangan yang asik sampai mereka lupa bahwa mereka mau pulang. Tay menawarkan Lautner untuk berkunjung kerumahnya sebentar untuk bertemu dengan ibu Tay. Ibu Tay juga tidak menyangka bahwa Lautner tumbuh menjadi laki-laki yang tampan dan gagah. Kemudian, Lautner pamit untuk pulang yang rumahnya sekarang berada dikota. Seharian Tay tidak bisa berhenti tersenyum dan memikirkan bahwa ia bertemu dengan sahabat kecilnya lagi. Selesai
__________________________

Cerita ini hanya rekayasa pengarang, maaf jika ada kesamaan ide.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pengalaman Interview di Pizza Hut

Skenario film pendek tentang "Bullying" #1

Hai, Ge. [Part 7]