Postingan

Menampilkan postingan dari Juli, 2016

Hai, Ge. [Edisi Klarifikasi]

Hai, readers! Untuk pembaca setia "Hai, Ge" dari Part 1 sampe Part 8, saya disini selaku penulis sangat berterimakasih-sebesar-besarnya karna kalian sudah sangat setia membaca karangan tergajelas 2015 saat itu hahaha. Maaf kalo cerita "Hai, Ge [Part 8]" -nya belum ada lanjutannya. Karna berbagai kendala dan ketika saya menulis yg Part 9 saya selalu nangis, iya nangis. Cengeng kan. Ada suatu masalah yg harus diceritakan tp tidak untuk diceritakan [mikir keras]. Jadi, sebenernya setelah Part 8 , saya sudah memposting yg Part 9, tetapi karna saya gakuat, saya hapus lagi di blog ini. Hehehe. Dan sebenarnya lagi saya sudah menulis "Hai, Ge" sampe pada Part 13 tapi semua belum mau saya posting, ada yang harus saya edit. Lalu, saya memutuskan untuk hiatus hingga waktu yang belum ditentukan. TAPI Kalian bisa ko baca karangan-karangan tergajelas saya 2016. Yg isinya galau galau itu loh, postingan sebelum ini memang saya sedikit puitis. Ada banyak judul, yang p...

PULANG

Hanya aku dan kisah ini Malam selalu mengerti Ia terlihat lebih sendu Seakan selalu tau resahku Mereka yang berkata tak pernah pergi Berkhianat pada akhir kisah ini Ketika buku telah ditutup Dan rasa ini telah redup Ketika aku berusaha menulis akhir bahagia Tapi aku selalu kehabisan tinta Dan sisanya selalu kau bawa pergi Aku pun menyadari Kalau kisah ini telah habis Di kala sang fajar mulai mengaung Dan matahari enggan bangun Embun yang tidur seakan terbang Bersama mimpi hanya angan-angan Aku bersedia menunggu Untuk membuka kisah baru ... Saat aku setia menunggumu bersama senja Dan kau akan pulang membawa jingganya -Mutiah Eka Rani, 17th

KABAR ILALANG

Bagaimana kabar ilalang Yang sejak kini masih terikat dikursi perasaan Aku tau ia masih layu Ia berbisik kecil kepadaku "Aku bahagia" Kendati ia tersenyum lalu menarik nafas dalam Aku tau ia berusaha memperbaiki luka Gagak yang tak bertanggung jawab Datang dengan anarkis Pergi jauh meninggalkan amis Tidak kembali Wahai ilalang Bukan hanya dirimu Tapi kesedihanmu Pahitnya, kau lupakan kebahagiaan yg tersisa Demi mengumpulkan sebagian yang telah pergi Apa kau belum bisa menerima? Angin yang kau jumpai kini resah Melihatmu sedih tak tentu arah Ilalang.. Jangan diam disini Cabut akarmu lalu pergilah Selalu ada ladang Sebagai wadah untuk memulainya kembali [Teruntuk yang diam-diam memberi inspirasi, Ilmadinda Shalaza] -Mutiah Eka Rani, 17th

KOTA BERLANGIT JINGGA SAAT MALAM ENGGAN TIDUR

Dibelenggu siang yang mengasah penat Masih saja asap jail mengepul diatas kota Kota berlangit oranye saat malam ini tidak pernah tidur Rembulan pun tak nampak senyumnya Bintang memilih diam dibalik panggung tirai polutan kota Purnama kedua belas tidak pernah sesedih ini Tengah malam tidak berarti bagi sang pengantar tidur Tidak berlaku bagi piawai ekonomi kelas dunia Yang masih mengumpulkan setetes harta bagi keturunan selanjutnya Beton beton berdiri kokoh seakan tak pernah goyah Membuat kota ini semakin terlihat sempit Kota ini kaku Mahal akan budaya, seperti sudah hilang Semoga hanya di ibu kota Angin malam tak pernah kulihat sedingin ini Ia pilu, diracuni Tapi kota ini penuh sejarah Jika kau tanya angin malam disini Ia siap menyampaikan kisahnya Kisah yang ia lalui selama ribuan dekade Tak pernah ia mau berbohong Karena ia yang paling jujur dikota yang fana ini Penuh kecurangan Petinggi, atasan, hingga karyawan Selalu beradu seakan ini medan sang petarung ...